Opini

Ketika kemanusiaan dan nurani melesap, bahkan di negara kampiun demokrasi

Ketika kemanusiaan dan nurani melesap, bahkan di negara kampiun demokrasi

Ketika kemanusiaan dan nurani melesap, bahkan di negara kampiun demokrasi- foto oleh,patrick-perkins-yvmvgLsIPWA-unsplash
Ketika kemanusiaan dan nurani melesap, bahkan di negara kampiun demokrasi- foto oleh,patrick-perkins-yvmvgLsIPWA-unsplash

Apa yang terjadi di kampus-kampus di Amerika Serikat yang diawali di Columbia University menunjukkan bagaimana anak muda kampus menjadi pembawa perisai demokrasi terakhir ketika dunia mencabik-cabikkan harkatnya. Ketika orang-orang yang lebih berpaham dan memiliki posisi politis menghancurkan nurani mereka sendiri: genosida Palestina oleh negara zionis pengendali negara Barat dan AS!

Siapapun di Indonesia dan belahan dunia lain yang masih punya nurani dan demokrasi, selayaknya mengutuk hegemoni zionis Israhell yang dibantu pemerintah dan senat AS -berkat lobi AIPAC dengan guyuran uang yang berlimpah. Sehingga negara yang harusnya pariah dan tak jelas asal-usul warga dan rezimnya, mengangkangi mahkamah internasional dan ratusan resolusi PBB, masih bertahan karena lobi zionis di nadi pemerintah Barat, terutama AS.

Saya salut dengan kegigihan mahasiswa dan para dosen di AS dan kini didukung oleh ratusan kampus seantero dunia, membela nilai-nilai demokrasi dan nurani dengan mendukung perjuangan Palestina. Menara gading itu masih bersih dari kebodohan global: lobi zionis bergelimang dollar dan duniawi murahan!

Saya mendukung dan mendoakan agar hasil terbaik untuk bangsa Palestina di tengah-tengah lemahnya bangsa-bangsa di dunia menegaskan pembelaan nyata kepada jutaan rakyat Filistin yang hancur sistem kehidupan mereka saat ini. Misi Netanyahu dan rezimnya gagal menghancurkan Hamas yang masih dilindungi Allah azza wa jalla.

Mari pembaca medium meneruskan kewarasan dan kejernihan nurani, bahwa apa yang terjadi di Gaza dan sekitarnya sebuah kegagalan kemanusiaan manusia di dunia dalam menghentikan kebrutalan zionisme nan toxic.

Saksi kehilangan hutan — bukan satu testimoni

Saksi kehilangan hutan — bukan satu testimoni

Afdhal Mahyuddin, Editor-in-chief

Saksi Kehilangan Hutan — bukan satu testimoni-Foto Oleh, michael-bakker-feHCb74nibY-unsplash
Saksi Kehilangan Hutan — bukan satu testimoni-Foto Oleh, michael-bakker-feHCb74nibY-unsplash

Saya pernah menulis untuk kompetisi internal, sekitar 12 tahun silam, yang sejudul dengan tajuk ini meski saya tambahkan kini dengan sub-kalimat baru. Ini kisah tentang perasaan yang dicabik-cabik pengalaman mengetahui adanya deforestasi secara dekat.

Tulisan ini tidak merujuk angka hutan alam yang masih tersisa maupun angka deforestasi yang sudah terjadi, setidaknya kurun 10 tahun terakhir. Karena persoalan validitas angka telah menjadi bantalan berbagai pihak sehingga masalah kehutanan mendasar malah tidak dijadikan basis untuk mencarikan solusi.

Padahal yang diinginkan -setidaknya dari penulis pribadi — bagaimana deforestasi dikurangi dan dihentikan, selain restorasi dan pengembalian status kawasan hutan ditegakkan.

Apakah negara termasuk pebisnis dan masyarakatnya mau merelakan kebun sawit dipulihkan jadi hutan, atau tambang batubara dan nikel dikembalikan ke hutan asal, pertanyaan serasa utopis di negeri yang sudah tak peduli dengan deforestasi ini. Wacana deforestasi pun keras terdengar terkait dengan peristiwa politik. Padahal…

Ini bukan testimoni, hanya seperti suara-suara purba yang kembali bangkit meski bisa saja dianggap basi dan anti-pengarusutamaan. Ini suara-suara yang di negeri ini dianggap tidak relevan lagi karena hutan habis, ya itulah konsekuensi dari ekonomi dan pembangunan.

Taman nasional jadi taman kebun sawit nasional, ya itulah realita di lapangan. Kebun sawit ilegal tak bisa disalahkan, cukup diputihkan izin-izin yang mudah dimodifikasi penguasa. Penghutanan kembali hanyalah utopia karena bahkan para penjaga hutan (forest ranger) sudah langka beroperasi di rimba, meski rimbawan banyak sekali jumlahnya. Ya, ini bukan testimoni.

Saya pernah membuat naskah lakon receh untuk kontestasi internal, bagaimana gajah dan harimau suatu waktu berhasil memaksakan mahkamah satwa kepada para manusia perusak hutan. Ada pesan moral dari lakon itu, meski hanya fiksi. Tapi jelas bukan testimoni. Begitu saja.

Matinya kemanusiaan Barat

Sejak awal Oktober 2023 dunia digoncangkan dengan kematian nurani para petinggi negara-negara penjunjung demokrasi dan hak asasi manusia. Para pengatur definisi kemanusiaan.

Belasan ribu warga Palestina tewas dibunuh tentara penjajah zionis yang dibantu Amerika Serikat. Secara politik, AS bersama Inggris, Perancis, Uni Eropa dan Jepang ikut menyetujui genosida terhadap Gaza. Di zaman yang didominasi western humanity, bayi-bayi di inkubator dan di rumah sakit dibom, dibunuh.  Semua bangunan termasuk masjid, sekolah dan rumah sakit dibom tentara zionis yang menggunakan senjata dari kampiun HAM, AS. 

Aksi protes dari seluruh dunia tak menghentikan kebrutalan zionis pimpinan Netanyahu. Sejarah mencatat, lobi zionis berhasil mengalahkan kewarasan global, terutama menaklukkan nurani para pemimpin bangsa negara-negara Barat pro-zionis.

Hanya doa-doa dari jauh untuk Palestina, yang bisa disampaikan kaum Muslimin dunia, karena ambisi genosida zionis didukung kuat oleh negara-negara Barat dan Jepang, serta sekutu zionis dekat nusantara, Singapura dan Australia.

Uang pajak warga barat, para penjunjung kemanusiaan, dipakai untuk membunuh bayi-bayi, perempuan dan warga sipil di Gaza. Ini sejarah kelam kemanusiaan di abad terkini. Ya Allah, hentikanlah pembantaian ini, jadikan para korban sebagai syuhada dan hentikan arogansi manusia-manusia tak berperikemanusiaan. Aamiin

Kembali ke Atas
Skip to content