Taubatnya pemabuk juga pemusik
Taubatnya pemabuk dan pemusik setelah mendengarkan ayat Al-Qur’an
Asy-Syaikh Abu al-Faraj bercerita pada kami, dari al-Hafizh Abu al_Fadhl bin an-Nashir, dari Muhammad bin Abu Nashr al-Humaidi, ia berkata: Dari Muhammad bin Salamah al-Qama’I, ia berkata:….
Saya bermaksud bepergian ke Bashrah; maka saya memilih kapal yang lapang. Dalam kapal tersebut ada seorang laki-laki dan seorang budak Perempuan. Ketika melihat saya, orang tersebut berkata, “Sudah tidak ada tempat di sini.” Kemudian saya minta tolong pada budak Perempuan untuk mengantarkan saya pada tempat yang kosong. Dan budak Perempuan itu pun bersedia.
Ketika kami naik ke lantai atas, laki-laki tadi berkata, “Tunggu dulu, makan siang dululah dengan kami dan ajak orang miskin itu makan bersama kita.” Ia menyebut saya orang miskin, lalu saya pun ikut turun bersama mereka. Ketika kami mulai makan, laki-laki itu berkata. “Hai budak! Bawakan minuman ke sini.” Kemudian ia minum, lalu ia memberi isyarat supaya saya juga diberi minuman. Tapi saya menolaknya dengan halus, “Semoga Allah mengasihi Anda, sesungguhnya seorang tamu mempunyai hak.” Kemudian mereka pun meninggalkan saya.
Ketika minuman anggur itu sudah berputar di antara hadirin, pria tadi berkata, “Wahai budakku! Ambillah alat musikmu dan menyanyilah sebisamu.” Kemudian budak itu mengambil alat musiknya dan berdendang:
Kita semua bagaikan dua ranting pohon banah.
Yang satu sama lain tidak mampu menggeser sahabat karib.
Dia telah menggantikan aku sebagai sahabatnya.
Dan aku pun mencari teman lain.
Dan aku meninggalkannya Ketika dia ingin menjauhiku.
Seandainya telapak tanganku tidak mau menuruti kehendakku.
Maka aku akan memotongnya, dan setelah itu lenganku tidak akan mau menemaninya.
Ingat, Allah mencela orang yang tidak Ikhlas yang menjadi sahabat di kala senang saja, bukan sahabat di kala susah.
Kemudian ia menoleh pada saya dan berkata, “Apakah kamu bisa berdendang lebih bagus darinya?” Saya mengangguk lalu membaca ayat, “Apabila matahari digulung, dan apabila bintang-bintang berjatuhan, dan apabila gunung-gunung dihancurkan.” (QS at-Takwir: 1-3).
Mendengar ayat yang saya baca, ia menjadi gemetar seraya berkata, “Hai Budak! Pergilah engkau, sekarang kamu bebas dan Merdeka karena Allah.” Kemudian ia menumpahkan minumannya dan menghancurkan alat-alat music. Lalu ia mendekati dan memeluk saya lalu berkata, “Saudaraku, apakah Allah masih mau menerima tobatku?” Saya menjawabnya dengan membaca ayat: “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222).
Setelah kejadian itu saya bersaudara dengan dia sampai kira-kira 40 tahun dan ia pun wafat mendahului saya. Suatu Ketika saya bermimpi bertemu dengannya. Saya bertanya, “Di mana kamu sekarang?”
“Di surga,” jawabnya.
“Dengan modal apa kamu masuk surga?” tanya saya.
“Dengan bacaanmu pada ayat, “Dan apabila catatan-catatan amal perbuatan manusia dibuka.” (QS. At-Takwir: 10)
— Sumber: At-Tawwabin oleh Ibn Qudamah Al-Maqdisi, penyunting Ali Yahya; diterjemahkan oleh Nasib Musthafa, dengan judul Orang-orang yang bertobat, 2000. —